1.
Jelaskan dalam jalur biosintesis
triterpenoid, identifikasilah faktor-faktor penting yang sangat menentukan
dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak!
Jawab
Triterpenoid merupakan senyawa
golongan terpen telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang
sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen.
Proses biosintesis untuk memperoleh senyawa triterpenoid jalur mevalonat diawali dengan reaksi kondensasi dua molekul asetil-koenzim
A (asetil-CoA) menjadi asetoasetil-CoA yang dikatalisasi oleh enzim asetil-CoA
asetiltransferase. Selanjutnya asetoasetil-CoA berkondensasi lagi dengan satu
unit asetil-CoA lainnya untuk membentuk molekul β-hidroksi-β-metilglutaril-CoA
(HMG-CoA) yang dikatalisasi oleh enzim HMG-CoA sintase (Goldstein and
Brown,1990). Proses kedua adalah reduksi HMG-CoA oleh NADPH dengan katalisasi
oleh enzim HMG-CoA reduktase menjadi asam mevalonat (MVA, Dewick, 1997).
Pada proses berikutnya, dengan
bantuan enzim mevalonat kinase dan enzim fosfomevalonat kinase, asam mevalonat
dikonversi menjadi asam-5-pirofosfo-3-fosfomevalonat. Selanjutnya enzim
pirofosfomevalonat dekarboksilase akan bekerja untuk merubah asam-5-
pirofosfo-3-fosfomevalonat menjadi isopentenil pirofosfat (IPP). Dalam proses
selanjutya IPP dengan bantuan enzim IPP isomerase akan membentuk reaksi
kesetimbangan menjadi dimetilalil pirofosfat (DMAPP). Kondensasi IPP dan DMAPP
yang akan membentuk geranil pirofosfat (GPP, C-10) dan farnesil pirofosfat
(FPP, C-15) yang dikatalisasi oleh geranil pirofosfat sintase dan fenesil
pirofosfat sintase berturut-turut (Burke et al., 1999).
Berikut, melalui reaksi sekunder seperti siklisasi
pembentukan senyawa triterpenoid golongan terpen, yang mempunyai rumus molekul
secara umum yaitu, C30H42 tersusun
atas 6 unit isopren.
Faktor yang sangat penting dihasilkannya senyawa triterpenoid dalam kuantitas banyak:Pada proses biosintesis enzim-enzim yang bekerja, pH dan temperatur menjadi faktor penting keberhasilan terbentuknya senyawa hasil proses biosintesis seperti, senyawa triterpenoid.Untuk memperoleh kandungan senyawa bioaktif pada tumbuhan faktor penting yang harus diperhatikan adalah cara pengambilannya dengan menggunakan metode-metode pemisahan yang ada, seperti metode maserasi, destilasi, dekantasi, sentrifugasi, sokletasi, metode ekstraksi dan lain sebagainya.
Pelarut yang digunakan dalam proses pengambilan senyawa juga menjadi faktor penentu. Pelarut yang sesuai dan baik akan menghasilkan senyawa hasil yang baik juga. Untuk senyawa terpenoid pada umumnya larut dalam lemak dan pelarut organik seperti eter dan alkohol. Kebanyakan golongan senyawa triterpenoid pelarut yang digunakan adalah n-heksan dan etil asetat.
2.
Jelaskan dalam penentuan struktur flavonoid,
kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR.
Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya dua struktur yang berbeda!
Jawab
Pada umumnya
setiap poses isolasi suatu senyawa bahan alam dilengkapi dengan penentuan
struktur dari senyawa yang dihasilkan dari proses isolasi tersebut. Karena dari
isolasi menggunakan metoda standar tidak semua senyawa akan secara utuh seperti
yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Sebagian senyawa ada yang terlarut dan
terpecah selama proses isolasi dan hasil terjadi seperti putusnya ikatan
glikosida membentuk aglikon dan gula dengan adanya air. Beberapa metoda standar
identifikasi dan elusidasi struktur yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa
kimia termasuk derivat-derivatnya antara lain: metoda spektroskopi (UV, IR,
NMR, massa) dan metoda kromatografi (KLT, kromatografi gas, kolom, dan cair) (Silverstein, 1991).
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri
dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzene (C6) terikat pada
suau rantai propane (C3) sehingga
membentuk suatu susunan
C6-C3-C6. Susunan
ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur, yakni 1,3-diarilpropana atau flavonoid, 1,2-diarilpropana atau isofalvonoid, dan 1,1-diarilpropana atau neoflavonoid.
Senyawa-senyawa
flavon mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana
posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat
pada cincin B dari 1,3-diarilpropan
dihubungkan oleh jembatan
oksigen, sehingga membentuk
suatu cincin heterosiklik yang
baru (cincin C).
Berikut dua contoh penentuan struktur flavonoid,
kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR:
Ekstraksi
terhadap serbuk daun puding merah (Graptophyllum
pictum L Griff) dengan menggunakan etanol diperoleh ekstrak kasar etanol.
Setelah dilakukan uji fitokimia dengan menambahkan serbuk Mg dan HCl pekat maka
ekstrak tersebut menunjukkan warna merah yang menandakan adanya kandungan
flavanoid. Karakterisasi inframerah senyawa spektrum (IR) hasil isolasi
memperlihatkan pita serapan pada angka gelombang 3431, 3111, 3057, 1618, 1462,
1340, 1060, 970 dan 800 cm-1 dan spektrum 1H-NMR
memperlihatkan adanya pergeseran kimia pada 1,5 ; 6,3 dan 7,6 ppm.
Analisis
spektrum inframerah (IR) hasil isolasi menunjukkan pita serapan pada angka
gelombang 3431 cm-1 yang merupakan serapan dari regang O─H dengan
bentuk pita yang agak lebar. Pita serapan diatas 3000 cm-1
menunjukkan adanya regang C─H aromatis dimana pada spektrum senyawa hasil
isolasi muncul pada angka gelombang 3111 dan 3057 cm-1. Pita serapan
pada angka gelombang 1618 cm-1 menunjukkan adanya regangan C═O dengan
pita serapan yang kuat. Pita serapan pada angka gelombang 1475 dan 1300 cm-1
meupakan lentur C─H alifatik dan pita serapan pada angka gelombang 1462 cm-1
menunjukkan absorpsi dari metil dan metilena. Daerah pada angka gelombang
1000-650 cm-1 memberikan informasi tentang sifat khas alkena dan
posisi substitusi pada cincin aromatis dimana pada spektrum IR muncul pita
serapan pada angka gelombang 970 cm-1 yang menandakan adanya alkena
dalam bentuk trans dan pita serapan pada angka gelombang 800 cm-1
menandakan aromatik meta.
Analisis
spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi terlihat adanya beberapa
kelompok proton dengan pergeseran kimia yang berbeda-beda. Pada pergeseran
kimia 1,5 ppm muncul sinyal multiplet yang menunjukkan proton alifatik atau
proton OH yang diperkuat oleh spektrum IR pada angka gelombang 3431cm-1.
Adanya sinyal multiplet pada pergeseran 6,3 ppm menunjukkan adanya alkena
disertai pembelahan pada jarak jauh. Pada pergeseran kimia 7,6 ppm muncul
sinyal multiplet yang menunjukkan proton-proton cincin aromatik. Sinyal-sinyal
yang muncul pada pergeseran kimia 6,0-8,0 ppm merupakan sinyal untuk
proton-proton aromatik.
Dari
analisis spektrum IR dan 1H-NMR dan uji fitokimia dapat disimpulkan
bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa aromatis atau fenolik dan
diperkirakan merupakan suatu jenis senyawa flavanoid.
Sebanyak 980
gram serbuk halus batang tumbuhan paku Nephrolepis radicans (Burm.) Kuhn
dimaserasi menggunakan pelarut metanol sebanyak 3 kali masing-masing selama 24
jam pada suhu kamar. Hasil maserasi kemudian disaring secara vacuum menggunakan
penyaring Buchner dan filtratnya diuapkan dengan rotary vacuum evaporator
sampai terbentuk ekstrak pekat. Ekstrak pekat yang diperoleh diuji dengan FeCl3
dan shinoda test sebagai uji pendahuluan bahwa ektrak yang diperoleh merupakan
senyawa flavonoid.
Spektrum IR
(KBr) maks : 3222 (OH), 2930 (C-H alkil), 1633 (C=O), 1513, 1460 (C=C
aromatik), 1385 (tekuk C-H alkil), 1269 (-C-O-C-), 1026 (C-O simetris), 666,3
cm-1 (lentur pendukung aromatik).
Adanya gugus
fenol juga didukung oleh munculnya puncak dalam spektrum IR pada daerah 3222,5
cm-1 (vibrasi ulur OH) dan 1513,4; 1460,9 cm-1 (vibrasi
ulur C=C aromatik).
Hasil
pengukuran spektrum UV isolat dalam pelarut metanol yang menunjukkan serapan
maksimum pada λmaks 280,3 nm (pita II) dan bahu pada daerah 333 nm (pita I),
mendukung bahwa isolat merupakan flavonoid jenis dihidrocalkon. Serapan OH
(3222,5 cm-1 ), C-H alkil (2930,1 cm–1), C=O terkelasi (1633,3 cm-1), C=C
aromatik (1513,4 cm-1, 1460,9 cm-1) dalam spektrum IR mendukung bahwa isolat
merupakan flavonoid jenis dihidrocalkon.
3.
Dalam isolasi alkaloid, pada tahap awal
dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan dasar penggunaan reagen tersebut,
dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga macam alkaloid!
Jawab
Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut
tergantung pada adanya pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional
yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron, contoh gugus
alkil maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat
basa. Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik
elektron, contoh gugus karbonil maka ketersediaan elektron berpasangan
berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau
bahkan sedikit asam (Harjono, 1996).
Alkaloid biasanya diisolasi dari tumbuhannya dengan
menggunakan metode ekstraksi. Pelarut yang digunakan ketika mengekstraksi
campuran senyawanya yaitu molekul air
yang diasamkan. Pelarut ini akan mampu melarutkan alkaloid sebagai
garamnya.
Selain itu juga dapat membasakan bahan tumbuhan yang mengandung alkaloid dengan
menambahkan natrium karbonat untuk di ekstraksi
dengan pelarut organic seperti seperti
kloroform atau eter.
Untuk alkaloid yang bersifat tidak tahan panas, isolasi
dapat dilakukan menggunakan teknik pemekatan dengan membasakan larutannya terlebih dahulu. Dengan menggunakan teknik
ini maka alkaloid akan menguap dan selanjutnya dapat dimurnikan dengan metode
penyulingan uap.
Larutan dalam air yang bersifat asam dan mengandung
alkaloid dapat dibasakan dan alkaloid diekstaksi dengan pelarut organik sehingga
senyawa netral dan asam yang mudah larut dalam air tertinggal dalam air. Cara
lain untuk mendapatkan alkaloid dari larutan yang bersifat basa adalah dengan metode penjerapan menggunakan pereaksi
Lloyd. Alkaloid yang diperoleh kemudian dielusi dan diendapkan menggunakan
Pereaksi Meyer. Setelah itu, endapan
yang terbentuk dipisahkan
menggunakan metode kromatografi
pertukaran ion.
Berikut tiga
contoh isolasi macam-macam alkaloid:
Bagian daun tumbuhan jambu Keling (Eugenia cumini (L) Druce) didestruksi basah dengan HCl dalam metanol sebesar 2M kemudian
dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan
berupa endapan. Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam
khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator. Ekstrak pekat khloroform
(2 g) dikhromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 sebanyak 60 gram
dengan fasa gerak khloroform: metanol dengan menaikkan kepolaran bertingkat.
Fraksi yang keluar kolom khromatografi ditampung menggunakan vial serta
dimonitor dengan khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf yang sama dan
positip dengan pereaksi Maeyer yang ditandai dengan munculnya warna putih,
digabung selanjutnya, diuapkan pelarutnya kemudian fraksi ini direkristalisasi
untuk memperoleh kristal murni. Kristal yang dihasilkan berwarna kuning dengan
titik leleh 293 oC – 295 oC. Dimana setelah dilakukan uji spektrum IR dan NMR
menunjukkan struktur golongan alkaloid indol.
Ekstraksi kafein dari teh, 25 gram daun
teh kering dan 20 gram natrium
karbonat (NaHCO3)
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan 225 mL
air mendidih, lalu didekantasi. Ekstrak teh didinginkan hingga suhu kamar,
kemudian lakukan ekstraksi dengan penambahan 30 mL diklorometana. Ekstraksi
dilakukan sebanyak dua kali dengan pelarut diklorometan dengan jumlah yang
sama. Ekstrak diklorometana dan semua
fraksi yang berwujud emulsi digabungkan di dalam labu Erlenmeyer 125 mL, kemudian tambahkan kalsium klorida anhidrat ke dalam
gabungan ekstrak dan emulsi. Kemudian, ekstrak diklorometana disaring, filtrat
digabung dan lakukan distilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan
diklorometana. Produk yang terbentuk ditimbang dan dilakukan rekristalisasi menggunakan 5 mL aseton panas. Masih
dalam keadaan panas,
tambahkan n-heksana tetes demi tetes sampai terbentuk
kekeruhan. Dinginkan sampai
mencapai suhu kamar, kemudian
kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap (vakum). Kristal dicuci
dengan beberapa tetes
n-heksana. Diperoleh kristal
murni dan kemudian dilakukan pengujian titik leleh.
Isolasi nikotin dari daun tembakau, dipotong-potong 10
gram daun tembakau kering atau tembakau dari cerutu. Ditambahkan 100 ml larutan
NaOH 5% dan 30 ml air, diaduk.
Disaring menggunakan corong Buchner. Untuk menghilangkan partikel (daun
tembakau) dalam hasil saringan(filtrate), filtrate disaring dengan menggunakan
corong gelas yang diberi glasswool. Filtrat ditambahkan 30 ml diklorometan,
dikocok. Dipisahkan lapisan diklorometan ke dalam labu Erlenmeyer. Langkah
ekstraksi ini dilakukan sampai semua nikotin terekstrak ke dalam diklorometan.
Dikumpulkan semua lapisan diklorometan. Diuapkan diklorometan menggunakan
rotary vacuum evaporator. Penguapan diklorometan atau eter dilakukan
menggunakan teknik penguapan dengan
pengurangan tekanan dan jangan menggunakan api. Ditambahkan 1ml air suling ke
dalam sisa penguapan, aduk perlahan-lahan, ditambahkan 4ml methanol, disaring
dengan menggunakan corong gelas yang diberi glass wool. Ditambahkan 10 ml
larutan jenuh asam pikrat dalam methanol. Disaring nikotin dipikrat padat
menggunakan corong Buchner (digunakan kertas saring). Dimurnikan nikotin,
dengan rekristalisasi dan diperolh kristal murni.
4.
Jelaskan keterkaitan diantara biosintesis,
metode isolasi dan penentuan struktur senyawa bahan alam . Berikan contohnya!
Jawab
Biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur
merupakan satu kesatuan dalam mempelajari senyawa bahan alam. Dimana biosintesis
merupakan pembentukan suatu senyawa bahan alam didalam suatu tumbuhan/makhluk
hidup, seperti flavanoid, steroid, alkaloid, terpenoid dan lain sebagainya. Pada
umumnya dibantu oleh suatu enzim dalam temperatur tertentu. Senyawa-senyawa
hasil biosintesis banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memperoleh
senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan/makhluk hidup dilakukan proses
isolasi, yaitu pemisahan suatu senyawa yang diinginkan dari suatu sampel. Senyawa
hasil proses isolasi ditentukan strukturnya. Penentuan struktur ini dimaksudkan
untuk mengetahui jenis/nama senyawa yang dihasilkan.
Contohnya:
Pada senyawa terpenoid, salah satu proses biosintesisnya
melalui jalur mevalonat seperti yang telah dijelaskan diatas pada jawaban pertanyaan
nomor 1 (satu). Tahap akhir dari proses
tersebut menghasilkan suatu senyawa dimetilalil pirofosfat (DMAPP) dan isopentil
pirofosfat (IPP) yang kemudian akan bereaksi menghasilkan geranil pirofosfat (GPP)
dan farnesil pirofosfat (FPP), yang merupakan senyawa awal untuk pembentukan senyawa
turunan terpenoid seperti golongan monterpen, diterpen, triterpen dan lainnya.
Proses isolasi dilakukan untuk mengambil senyawa yang
diinginkan dari suatu sampel tumbuhan/ makhluk hidup.
Limonena merupakan salah satu jenis terpenoid golongan
monoterpen yang terdapat dalam minyak atsiri terkandung di dalam kulit jeruk.
Untuk memperoleh
senyawa limonena yang terkandung dalam minyak atsiri pada kulit jeruk dilakukan
proses isolasi. Tahapan isolasi senyawa limonena pada minyak atsiri sebagai
berikut;
Setelah dilakukan
proses isolasi dari kulit jeruk dihasilkan suatu ekstrak senyawa hasil yang
berupa minyak atsiri. Untuk menentukan senyawa apa yang terdapat dalam minyak
atsiri, maka dilakukan penentuan struktur. Berikut data spektrum
infra-merah minyak atsiri senyawa D-Limonena.
Minyak atsiri (cm-1)
|
D-Limonena
(cm-1)
|
Keterangan
|
1635,3
|
1647,1
|
C=C
|
1455,8
|
1465,8
|
CH2 bending
|
2854,5
|
2854,5
|
C-H streching CH3
|
1377,1
|
1363,6
|
C-H bending simetris CH3
|
Berdasarkan data
pada tabel diatas analisa spektrum IR minyak atsiri sudah dipastikan mengandung
senyawa limonena. Hal ini dilihat dari pita serapan yang di tunjukkan, antara
minyak atsiri dan pita serapan limonena berdasarkan literatur sama dan tidak
memiliki perbedaan yang bearti.