BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan suatu bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian yang besar agar kita dapat mengejar ketinggalan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mutlak kita perlukan untuk mempererat pembangunan dewasa ini.
Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa dalam pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Untuk itu sangat diperlukan seorang guru yang profesional untuk menunjang kemajuan pendidikan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
• Apakah yang dimaksud dengan guru?
• Apakah yang dimaksud dengan profesi dan profesional?
• Bagaimanakah cara menjadi guru profesional?
1.3. Tujuan Penulisan
• Untuk apa itu guru
• Untuk mengetahui pengertian dari profesi dann profesional
• Untuk mengetahui bagaimanakah cara menjadi guru profesional
1.4. Metodelogi Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode literatur, dimana mengambil informasi dari buku-buku, artikel, internet dan bahan bacaan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Guru
Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Secara umum, guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Secara khusus ada beberapa pengertian guru, yaitu:
Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva. Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini. Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.
Guru di indonesia:
Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang syah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Guru tetap adalah guru yang telah memiliki status minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, guru tersebut dinyatakan guru tetap jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar di suatu yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak yang berwenang di kepemerintahan Indonesia.
Guru honorer adalah guru tidak tetap yang belum berstatus minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan digaji per jam pelajaran. Secara kasat mata, mereka sering nampak tidak jauh berbeda dengan guru tetap, bahkan mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil layaknya seorang guru tetap. Hal tersebut sebenarnya sangat menyalahi aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Secara fakta, mereka berstatus pengangguran terselubung. Pada umumnya, mereka menjadi tenaga sukarela demi diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil melalui jalur honorer, ataupun sebagai penunggu peluang untuk lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil formasi umum.
2.2. Profesi dan Profesional
Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya.
Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin profecus yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu (Sudarwan Danin, 2002:20). Mengutip pendapat Ornstein dan Levine, Soetjipto (2004;15) mengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya) dan memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang. Selanjutnya Nana Sudjana (Uzer Usman, 2001:14) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “pekerjaan/profesi” dan “profesional” terdapat beberapa perbedaan :
Profesi yaitu:
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Profesional adalah:
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
2.3. Cara Menjadi Guru Profesional
Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Untuk masing-masing kompetensi diuraikan sebagai berikut:
• Kompetensi pedagogik adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa dalam kelas. Kompetensi pedagogik meliputi, kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelola kelas, dan melakukan evaluasi.
• Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan karakteristik personal yang mencerminkan realitas sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi kepribadian ini melahirkan ciri-ciri guru diantaranya, sabar, tenang, tanggung jawab, demokratis, ikhlas, cerdas, menghormati orang lain, stabil, ramah, tegas, berani, kreatif, inisiatif, dll.
• Kompetensi profesional adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam, utuh dan komprehensif. Guru yang memiliki kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan materi secara formal (dalam buku panduan) tetapi juga harus memiliki kemampuan terhadap materi ilmu lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata pelajaran tertentu.
• Kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang terkait dengan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Artinya, guru harus dituntut memiliki keterampilan berinteraksi dengan masyarakat khususnya dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan problem masyarakat. Dalam realitas masyarakat, guru masih menjadi sosok elit masyarakat yang dianggap memiliki otoritas moral cukup besar, salah satu konsekuensi agar peran itu tetap melekat dalam diri guru, maka guru harus memiliki kemampuan hubungan dan komunikasi dengan orang lain.
Ada beberapa tips menjadi guru profesional, yaitu:
• Merancang strategi pembelajaran terbaik
Hasan Basri (Abdul Rahman,1998) menyatakan bahwa: “Orang yang bekerja tanpa pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan meraba-raba di jalan raya yang terbentang.” Orang yang bekerja tanpa tujuan, lebih banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat penting dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan. Agar pola mengajar dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian, misalnya: tugas, ulangan, laporan, dst. Sebuah tindakan akan menghasilkan produk yang berkualitas jika dipersiapkan secara optimal. Agar menjadi siswa terdidik dan unggul, maka perlu dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.
• Mempersiapkan faktor internal peserta didik dengan menyalakan ‘nyali’ lebih awal adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum menanam, lihat dulu lahannya. Menurut Rasulullah n, ada tiga tipe. Pertama “laqiyatun” – suci dan baik mudah menerima kucuran dan limpahan air. Kedua “ajadib” – tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang lain. Dan ketiga adalah “qi’anun” bak padang pasir.
• Jernihkan visi dan peran sebagai guru
Apakah yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan pembelajaran kolaboratif, menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah sebagai komunitas belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang bertanggung jawab. Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru profesional.
Pada tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan tugas utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Apa saja yang dipertontonkan guru kepada para siswanya adalah termasuk proses pendidikan. Mereka akan merekam sedemikian rupa segala peristiwa yang ada di sekelilingnya.
• Hakikat anak didik
Hakikat anak didik menurut al-Ghazali merupakan anak yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik secara konsisten menuju titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya. Karena kemampuan anak didik sangat ditentukan oleh usia dan perkembangannya.
Sulit menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum maksimal dalam mengajar. Dengan proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa! Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi nilainya jika isi dan kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya barang lokal jika dikemas dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam produk yang bernuansa global.
• Ingat lagi kondisi peserta didik
Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan kekuatan dalam menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan subyek didik yang unik, beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan nalarnya serta kecenderungannya. Multikarakter subyek didik, akan menjadikan bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’ sedemikian rupa. Mereka sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah titik yang optimal sesuai fitrahnya.
Guru sebagai apa?
Guru sebagai motivator yang mendorong siswa melakukan sesuatu. Adakalanya cukup dengan penjelasan sekedarnya, namun ada pula yang memerlukan contoh serta teladan agar mudah diikuti siswa. Guru harus terus menerus berintuisi serta menggali berbagai macam informasi untuk menemukan inovasi baru dengan cara mendapatkan sumber pembelajaran dari mana saja. Observasi media informasi, serta melibatkan teknologi harus terus dikembangkan.
Guru sebagai fasilitator?
Sebagai fasilitator, guru melayani, membimbing membina dengan piawai serta menghantarkan siswa ke gerbong kesuksesan. Guru selayaknya dengan ringan hati memfasilitasi siswa untuk menunjang proses pembelajaran. Hendaknya ia memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik terhadap perilaku tertentu. Berikan kemandirian untuk beraktivitas secara kreatif dan inovatif.
• Menentukan metode pembelajaran
Untuk menentukan metode pembelajaran hendaknya guru berangkat dari masalah yang dihadapi, baik dari perspektif guru maupun subyek didik. Bagi guru misalnya, rendahnya disiplin siswa, minat belajar tidak maksimal, interaksi belajar yang tidak efektif, cara mengajar yang membosankan, partisipasi belajar rendah, atau intensitas bertanya minim. Dari siswa dapat dilihat dari partisipasi belajar menurun, meremehkan guru, atau motivasi belajar yang bergelombang/tidak konsisten.
Apapun kondisinya, guru hendaknya mengedepankan pemahaman, bahwa metode belajar siswa sekurangnya ada tiga macam jenis. Auditoris, visual, dan terakhir mekanis/kinetis..
• Menyelenggarakan program bimbingan bagi siswa yang belum tuntas
Realita membuktikan bahwa ada sebagian siswa yang lamban dalam mengapresiasi bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu mengadakan pendekatan untuk mencari ‘api’ atau ‘gurem’ dalam sekam. Terdapat faktor intrinsik yang harus digali, selanjutnya solusi akan terkuak. Hendaknya guru pintar menyederhanakan persoalan yang rumit sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.
• Memperhatikan adab pendidik
Berikut ini adalah adab bagi pendidik yang ideal :
Memperlakukan murid bagaikan anaknya sendiri.Tidak merendahkan ilmu lain yang bukan bidangnya. Mengamalkan ilmu, jangan sampai perkataannya sendiri diingkari oleh perbuatannya. Meneguhkan keyakinan kepada Tuhan. Kata kuncinya adalah jernih dalam memandang dan cermat dalam mencatat. Sudah berulang kali terbukti bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan emosi negatif. EQ Tinggi = Berpikir Jernih + Emosi sehat + Tindakan Pantas.
2.4. Guru Profesional
Sejak dicanangkan program sertifikasi guru oleh pemerintah. Muncul sebuah tanda tanya besar mengenai status lulusan jurusan pendidikan perguruan tinggi. Pasalnya, sejak ada kebijakan tersebut ada istilah guru profesional, yakni yang lulus sertifikasi guru. Otomatis guru yang belum mengikuti dan lulus sertifikasi entah apa statusnya belum bisa disebut sebagai guru profesional.
Faktanya, dalam proses kuliah muatan-muatan kependidikan mulai dari perencanaan sampai evaluasi pengajaran sudah disampaikan. Bahkan, setelah itu diwajibkan mengikuti KKN PPL, sehingga mahasiswa praktik langsung dilapangan setelah sebelumnya mengikuti microteaching.
Dari hal itu tentu lulusan perguruan tinggi jurusan kependidikan setidaknya sudah dibekali skill mengajar dan memiliki akta mengajar sehingga sudah mampu untuk mengajar. Namun dengan adanya program sertifikasi guru ini, maka segala ilmu yang didapat tentang kependidikan, microteaching, dan KKN PPL sepertinya menjadi REMEH. Bahkan ada yang menyebut guru yang belum sertifikasi sebagai amatir.
Dengan adanya hal itu apakah bisa disimpulkan bahwa perguruan tinggi mencetak tenaga pendidik yang tidak profesional?
Kenyataan menunjukkan bahwa sertifikasi saja tidaklah cukup sebagai upaya mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru. Meski telah dinyatakan lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi, bukan berarti guru telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan undang-undang.
Pasca pelaksanaan sertifikasi guru yang sudah dilaksakan beberapa tahap menimbulkan kegembiraan dan kegelisahan yang mendalam bagi guru. Kegembiraan jelas terpampang di wajah guru yang dinyatakan lolos sertifikasi lantaran \"iming-iming\" satu kali gaji pokok di depan mata. Kegelisahan dirasakan oleh guru-guru yang belum dinyatakan lolos oleh asesor. Ada yang geram lantaran menurut penilaian guru yang tidak lolos, teman guru yang tidak pernah aktif dalam kegiatan tapi bisa lolos sertifikasi. Ada pula yang menyadari guru yang tidak lolos tersebut karena tidak sungguh-sungguh dalam menyiapkan berkas portofolio.
Persoalannya adalah benarkah pemberian sertifikat pendidikan bagi guru dapat meningkatkan kinerja? Mungkinkan pemerintah mampu mengeluarkan anggaran yang \"tidak masuk akal\" itu secara berkelanjutan? Jangan-jangan, program sertifikasi akan bernasib sama dengan program-program inovasi yang tak berbekas sebelumnya? Di tengah-tengah maraknya praktik \"terorisme\" pendidikan, ada baiknya guru memaknai profesi yang digelutinya secara holistik.
Menurut Robert Kiyosaki cara pandang terhadap profesi guru menyebabkan terbentuknya kuadran-kuadran, sebagai berikut:
Kuadran I: Guru Pekerja. Guru yang punya pekerjaan dan mengedepankan To Have. Kita disebut guru pekerja, bila kita termasuk guru yang menyukai kemapanan, tidak ada keinginan untuk berubah. Kita senang dengan pekerjaan rutinitas yang menjadi tanggung jawab kita. Perilaku kita tampak oleh mengajar dengan cara yang sama tentang hal yang sama kepada orang yang berbeda. Pada kuadran ini kita memiliki paradigma to have. Kita adalah orang yang berada dalam sistem yang sudah mapan. Sumber penghasilan kita adalah satu-satunya gaji/honor bulanan/mingguan ditambah dari proyek-proyek skala kecil dan rutin.
Kuadran II: Guru Profesional.Guru yang berkuasa atas pekerjaan dan mengedepankan To Have. Kita dikatakan guru profesional, bila kita termasuk guru yang menyukai tantangan dalam mengajar. Senang dengan pekerjaan yang mandiri, tidak rutin tapi memuaskan, senang berpindah tempat kerja dengan pekerjaan yang sama. Perilaku kita tampak oleh mengajar dengan cara yang sama tentang hal yang berbeda kepada orang yang berbeda. Pada kuadran ini kita mulai mengalami pergeseran pradigma tetapi masih pada konsep to have. Kita menjadi sistem bagi diri kita sendiri. Sumber penghasilan kita adalah sebagai profesional yang memiliki nilai (harga) setiap kali kita mengajar.
Kuadran III: Guru Pemilik. Guru yang punya keahlian dan visi kepemimpinan dan manajemen system, serta mengedepankan To Be. Kita dikatakan guru pemilik bila kita adalah guru yang memiliki keahlian (pemilik), tidak hanya terkait dengan pengajaran tetapi juga memiliki kemampuan mengendalikan sistem, sehingga pemilik menjadi bagian dari kelompok pengambil keputusan. Senang dengan peran sebagai investor dan atau pimpinan dengan tujuan mendapatkan penghasilan dari investasi/tugas tersebut. Kita adalah orang yang menjalankan sistem secara strategis, untuk mengendalikan diri dan orang lain bagi kemajuan lembaga. Pada kuadran ini kita mengalami pergeseran paradigma yang sangat jelas dari to have ke to be. Sumber penghasilan kita adalah dari keahlian dan sistem yang kita kendalikan.
Kuadran IV: Guru Perancang. Guru yang membuat dan mengendalikan system sekolah identik dengan dirinya serta mengedepankan To Be. Kita dikatakan guru perancang, bila kita adalah guru yang berfungsi sebagai perancang masa depan pengajaran, bersifat inovatif, senang pada ide dan perubahan yang mengaktifkan pengajaran. Kita adalah orang yang kaya dengan ide/gagasan yang inovatif yang menjadikan kita orang yang sangat berarti. Kita menjadi perancang sistem bagi kemajuan diri dan masa depan orang lain. Pada kuadran ini menunjukan bahwa pergeseran paradigma kita sudah sepenuhnya ke kuadran to be. Sumber penghasilan kita adalah dari sistem dan gagasan yang diterapkan banyak orang. Ide dan gagasan bekerja untuk menghasilkan uang bagi kita.
Pepatah mengatakan: "kegemilangan masa depan tergantung apa yang diperbuat hari ini". Secara implisit hal tersebut dapat dikonotasikan bahwa keberhasilan peningkatan mutu pendidikan di masa depan sangat tergantung pada stake holder pendidikan yang meliputi: pendidik, peserta didik, masyarakat, institusi, sarana dan prasarana, pengelolaan dan, dan sebagainya. Memaksimalkan komponen-komponen stake holder dalam pendidikan bukanlah hal yang mudah. Hal ini karena keberadaan-keberadaan komponen tersebut saling melengkapi. Ibarat sebuah sistem komponen-komponen tersebut perlu dikembangkan secara integratif melalui pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat digunakan sebagai suatu pendekatan dalam memecahkan permasalahan yang paling sederhana sampai pada tingkat permasalahan yang paling kompleks, khususnya dalam peningkatan mutu pendidikan. Persoalan-persoalan yang mengemuka dalam dunia pendidikan dan merupakan tantangan pendidik di masa datang harus diselesaikan secara sistemik, analitik, dan sistematik.
Sistemik dalam arti permasalahan pendidikan harus dilihat dari konteks keseluruhan. Analitik dalam pengertian permasalahan dalam dunia pendidikan perlu dianalisis sebab dan akibatnya dikaitkan dengan berbagai masalah yang ada, baik di dalam maupun di luar sistem. Sedangkan sistematik dalam arti cara kerja dalam penyelesaian permasalahan harus beraturan atau runtut. Hal ini dapat dilihat dari proses kegiatannya, yaitu perumusan masalah, penelitian, penilaian, penelaahan, pemeriksaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan.
Permasalahan yang mengemuka dalam dunia pendidikan memang sangat kompleks dan sporadis. Oleh karena itu, di masa datang seorang pendidik harus "tanggap sasmita" terhadap arus reformasi dan transformasi pendidikan.
Dalam konteks ini, pendidik diharapkan memaksimalkan perannya sebagai "guru" dan menjadi suri teladan bagi peserta didiknya. Guru masa depan perlu memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi). Guru masa depan perlu memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai. Guru masa depan perlu menggunakan "pendekatan sistem" sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah, yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parsial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya); berpikir "sebab-akibat" (ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdependensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif + kualitatif), dan berpikir sinkretisme.
Guru masa depan perlu memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal. Guru masa depan perlu memiliki pendidikan yang setingkat di atas standart minimal yang diharapkan pemerintah. Dalam dunia pendidikan dasar, tenaga pengajar setidaknya harus berbasis pendidikan S1, pendidikan menengah tenaga pengajarnya harus berbasis pendidikan S2, dan perguruan tinggi harus berbasis pendidikan S3. Secara sederhana peningkatan kualifikasi akademik itulah, yang harus dikembangkan oleh tenaga pendidik. Guru masa depan perlu mempertegas kembali komitmen sebagai pendidik untuk tidak memaksakan pembelajaran yang hanya bermuatan kognitif saja, namun lebih aplikatif sejalan dengan konsep pembelajaran learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be (Tilaar, 2000).
Paradigma ini mensyaratkan pendidik untuk all round dalam proses belajar-mengajar, sehingga mampu mensinergikan konsep life skill yang nantinya merupakan modal utama peserta didik untuk terjun ke masyakarat. Guru masa depan tidak boleh gaptek (gagap teknologi) sehingga perlu belajar aplikasi teknologi (handpone, televisi, media massa, komputeri, internet, dll). Guru masa depan perlu menjadi peneliti, penilai, dan penulis. Profesi guru adalah proses intelektual yang siklus alaminya mencakupi membaca, mengajar, meneliti, dan menulis secara menerus. Bukan hanya memanfaatkan dan menerapkan hasil penelitian, namun mampu melakukan penelitian, penilaian, dan penulis sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini menjadi penting lantaran penelitian merupakan salah satu bentuk pengembangan profesi. Sudah saatnya pemerintah merumuskan sistem penggajian berbasis kinerja bukan masa kerja sehingga ada perbedaan yang cukup signifikan antara guru-guru yang mengajar secara profesional dan tidak profesional. Termasuk pengkajian dan evaluasi \"proyek sertifikasi\", kalau hanya dijadikan "pelengkap penderita".
Menjadi guru yang peduli terhadap pendidikan mensyaratkan totalitas cipta, rasa, dan karsa sehingga mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki secara optimal, baik kompetensi personal, professional, dan kemasyarakatan. Kompetensi tersebut mutlak dikembangkan dalam rangka memperkuat sifat konservatif pada diri guru. Untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, pascasertifikasi perlu ada upaya sistematis, sinergis, dan berkesinambungan yang menjamin guru tetap profesional
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
• Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
• Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya.
• Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial
DAFTAR PUSTAKA
http://playmojo.com/forum.aspx?g=posts&t=662
http://juprimalino.blogspot.com/2012/07/kompetensi-guru-profesional-pedagogik.html
http://www.almukmin-ngruki.com
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/24/mencetak-guru-yang-tidak-profesional/
http://penulismuda.com/artikel-mainmenu-42/2946-sertifikasi-dan-guru-profesional%20diakses%2015%20Agustus%202011
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan suatu bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian yang besar agar kita dapat mengejar ketinggalan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mutlak kita perlukan untuk mempererat pembangunan dewasa ini.
Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa dalam pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Untuk itu sangat diperlukan seorang guru yang profesional untuk menunjang kemajuan pendidikan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
• Apakah yang dimaksud dengan guru?
• Apakah yang dimaksud dengan profesi dan profesional?
• Bagaimanakah cara menjadi guru profesional?
1.3. Tujuan Penulisan
• Untuk apa itu guru
• Untuk mengetahui pengertian dari profesi dann profesional
• Untuk mengetahui bagaimanakah cara menjadi guru profesional
1.4. Metodelogi Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode literatur, dimana mengambil informasi dari buku-buku, artikel, internet dan bahan bacaan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Guru
Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Secara umum, guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
Secara khusus ada beberapa pengertian guru, yaitu:
Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva. Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini. Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.
Guru di indonesia:
Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang syah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Guru tetap adalah guru yang telah memiliki status minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, guru tersebut dinyatakan guru tetap jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar di suatu yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak yang berwenang di kepemerintahan Indonesia.
Guru honorer adalah guru tidak tetap yang belum berstatus minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan digaji per jam pelajaran. Secara kasat mata, mereka sering nampak tidak jauh berbeda dengan guru tetap, bahkan mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil layaknya seorang guru tetap. Hal tersebut sebenarnya sangat menyalahi aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Secara fakta, mereka berstatus pengangguran terselubung. Pada umumnya, mereka menjadi tenaga sukarela demi diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil melalui jalur honorer, ataupun sebagai penunggu peluang untuk lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil formasi umum.
2.2. Profesi dan Profesional
Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya.
Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin profecus yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu (Sudarwan Danin, 2002:20). Mengutip pendapat Ornstein dan Levine, Soetjipto (2004;15) mengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya) dan memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang. Selanjutnya Nana Sudjana (Uzer Usman, 2001:14) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “pekerjaan/profesi” dan “profesional” terdapat beberapa perbedaan :
Profesi yaitu:
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Profesional adalah:
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
2.3. Cara Menjadi Guru Profesional
Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Untuk masing-masing kompetensi diuraikan sebagai berikut:
• Kompetensi pedagogik adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa dalam kelas. Kompetensi pedagogik meliputi, kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelola kelas, dan melakukan evaluasi.
• Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan karakteristik personal yang mencerminkan realitas sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi kepribadian ini melahirkan ciri-ciri guru diantaranya, sabar, tenang, tanggung jawab, demokratis, ikhlas, cerdas, menghormati orang lain, stabil, ramah, tegas, berani, kreatif, inisiatif, dll.
• Kompetensi profesional adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam, utuh dan komprehensif. Guru yang memiliki kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan materi secara formal (dalam buku panduan) tetapi juga harus memiliki kemampuan terhadap materi ilmu lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata pelajaran tertentu.
• Kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang terkait dengan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Artinya, guru harus dituntut memiliki keterampilan berinteraksi dengan masyarakat khususnya dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan problem masyarakat. Dalam realitas masyarakat, guru masih menjadi sosok elit masyarakat yang dianggap memiliki otoritas moral cukup besar, salah satu konsekuensi agar peran itu tetap melekat dalam diri guru, maka guru harus memiliki kemampuan hubungan dan komunikasi dengan orang lain.
Ada beberapa tips menjadi guru profesional, yaitu:
• Merancang strategi pembelajaran terbaik
Hasan Basri (Abdul Rahman,1998) menyatakan bahwa: “Orang yang bekerja tanpa pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan meraba-raba di jalan raya yang terbentang.” Orang yang bekerja tanpa tujuan, lebih banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat penting dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan. Agar pola mengajar dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian, misalnya: tugas, ulangan, laporan, dst. Sebuah tindakan akan menghasilkan produk yang berkualitas jika dipersiapkan secara optimal. Agar menjadi siswa terdidik dan unggul, maka perlu dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.
• Mempersiapkan faktor internal peserta didik dengan menyalakan ‘nyali’ lebih awal adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum menanam, lihat dulu lahannya. Menurut Rasulullah n, ada tiga tipe. Pertama “laqiyatun” – suci dan baik mudah menerima kucuran dan limpahan air. Kedua “ajadib” – tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang lain. Dan ketiga adalah “qi’anun” bak padang pasir.
• Jernihkan visi dan peran sebagai guru
Apakah yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan pembelajaran kolaboratif, menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah sebagai komunitas belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang bertanggung jawab. Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru profesional.
Pada tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan tugas utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Apa saja yang dipertontonkan guru kepada para siswanya adalah termasuk proses pendidikan. Mereka akan merekam sedemikian rupa segala peristiwa yang ada di sekelilingnya.
• Hakikat anak didik
Hakikat anak didik menurut al-Ghazali merupakan anak yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik secara konsisten menuju titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya. Karena kemampuan anak didik sangat ditentukan oleh usia dan perkembangannya.
Sulit menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum maksimal dalam mengajar. Dengan proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa! Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi nilainya jika isi dan kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya barang lokal jika dikemas dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam produk yang bernuansa global.
• Ingat lagi kondisi peserta didik
Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan kekuatan dalam menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan subyek didik yang unik, beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan nalarnya serta kecenderungannya. Multikarakter subyek didik, akan menjadikan bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’ sedemikian rupa. Mereka sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah titik yang optimal sesuai fitrahnya.
Guru sebagai apa?
Guru sebagai motivator yang mendorong siswa melakukan sesuatu. Adakalanya cukup dengan penjelasan sekedarnya, namun ada pula yang memerlukan contoh serta teladan agar mudah diikuti siswa. Guru harus terus menerus berintuisi serta menggali berbagai macam informasi untuk menemukan inovasi baru dengan cara mendapatkan sumber pembelajaran dari mana saja. Observasi media informasi, serta melibatkan teknologi harus terus dikembangkan.
Guru sebagai fasilitator?
Sebagai fasilitator, guru melayani, membimbing membina dengan piawai serta menghantarkan siswa ke gerbong kesuksesan. Guru selayaknya dengan ringan hati memfasilitasi siswa untuk menunjang proses pembelajaran. Hendaknya ia memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik terhadap perilaku tertentu. Berikan kemandirian untuk beraktivitas secara kreatif dan inovatif.
• Menentukan metode pembelajaran
Untuk menentukan metode pembelajaran hendaknya guru berangkat dari masalah yang dihadapi, baik dari perspektif guru maupun subyek didik. Bagi guru misalnya, rendahnya disiplin siswa, minat belajar tidak maksimal, interaksi belajar yang tidak efektif, cara mengajar yang membosankan, partisipasi belajar rendah, atau intensitas bertanya minim. Dari siswa dapat dilihat dari partisipasi belajar menurun, meremehkan guru, atau motivasi belajar yang bergelombang/tidak konsisten.
Apapun kondisinya, guru hendaknya mengedepankan pemahaman, bahwa metode belajar siswa sekurangnya ada tiga macam jenis. Auditoris, visual, dan terakhir mekanis/kinetis..
• Menyelenggarakan program bimbingan bagi siswa yang belum tuntas
Realita membuktikan bahwa ada sebagian siswa yang lamban dalam mengapresiasi bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu mengadakan pendekatan untuk mencari ‘api’ atau ‘gurem’ dalam sekam. Terdapat faktor intrinsik yang harus digali, selanjutnya solusi akan terkuak. Hendaknya guru pintar menyederhanakan persoalan yang rumit sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.
• Memperhatikan adab pendidik
Berikut ini adalah adab bagi pendidik yang ideal :
Memperlakukan murid bagaikan anaknya sendiri.Tidak merendahkan ilmu lain yang bukan bidangnya. Mengamalkan ilmu, jangan sampai perkataannya sendiri diingkari oleh perbuatannya. Meneguhkan keyakinan kepada Tuhan. Kata kuncinya adalah jernih dalam memandang dan cermat dalam mencatat. Sudah berulang kali terbukti bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan emosi negatif. EQ Tinggi = Berpikir Jernih + Emosi sehat + Tindakan Pantas.
2.4. Guru Profesional
Sejak dicanangkan program sertifikasi guru oleh pemerintah. Muncul sebuah tanda tanya besar mengenai status lulusan jurusan pendidikan perguruan tinggi. Pasalnya, sejak ada kebijakan tersebut ada istilah guru profesional, yakni yang lulus sertifikasi guru. Otomatis guru yang belum mengikuti dan lulus sertifikasi entah apa statusnya belum bisa disebut sebagai guru profesional.
Faktanya, dalam proses kuliah muatan-muatan kependidikan mulai dari perencanaan sampai evaluasi pengajaran sudah disampaikan. Bahkan, setelah itu diwajibkan mengikuti KKN PPL, sehingga mahasiswa praktik langsung dilapangan setelah sebelumnya mengikuti microteaching.
Dari hal itu tentu lulusan perguruan tinggi jurusan kependidikan setidaknya sudah dibekali skill mengajar dan memiliki akta mengajar sehingga sudah mampu untuk mengajar. Namun dengan adanya program sertifikasi guru ini, maka segala ilmu yang didapat tentang kependidikan, microteaching, dan KKN PPL sepertinya menjadi REMEH. Bahkan ada yang menyebut guru yang belum sertifikasi sebagai amatir.
Dengan adanya hal itu apakah bisa disimpulkan bahwa perguruan tinggi mencetak tenaga pendidik yang tidak profesional?
Kenyataan menunjukkan bahwa sertifikasi saja tidaklah cukup sebagai upaya mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru. Meski telah dinyatakan lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi, bukan berarti guru telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan undang-undang.
Pasca pelaksanaan sertifikasi guru yang sudah dilaksakan beberapa tahap menimbulkan kegembiraan dan kegelisahan yang mendalam bagi guru. Kegembiraan jelas terpampang di wajah guru yang dinyatakan lolos sertifikasi lantaran \"iming-iming\" satu kali gaji pokok di depan mata. Kegelisahan dirasakan oleh guru-guru yang belum dinyatakan lolos oleh asesor. Ada yang geram lantaran menurut penilaian guru yang tidak lolos, teman guru yang tidak pernah aktif dalam kegiatan tapi bisa lolos sertifikasi. Ada pula yang menyadari guru yang tidak lolos tersebut karena tidak sungguh-sungguh dalam menyiapkan berkas portofolio.
Persoalannya adalah benarkah pemberian sertifikat pendidikan bagi guru dapat meningkatkan kinerja? Mungkinkan pemerintah mampu mengeluarkan anggaran yang \"tidak masuk akal\" itu secara berkelanjutan? Jangan-jangan, program sertifikasi akan bernasib sama dengan program-program inovasi yang tak berbekas sebelumnya? Di tengah-tengah maraknya praktik \"terorisme\" pendidikan, ada baiknya guru memaknai profesi yang digelutinya secara holistik.
Menurut Robert Kiyosaki cara pandang terhadap profesi guru menyebabkan terbentuknya kuadran-kuadran, sebagai berikut:
Kuadran I: Guru Pekerja. Guru yang punya pekerjaan dan mengedepankan To Have. Kita disebut guru pekerja, bila kita termasuk guru yang menyukai kemapanan, tidak ada keinginan untuk berubah. Kita senang dengan pekerjaan rutinitas yang menjadi tanggung jawab kita. Perilaku kita tampak oleh mengajar dengan cara yang sama tentang hal yang sama kepada orang yang berbeda. Pada kuadran ini kita memiliki paradigma to have. Kita adalah orang yang berada dalam sistem yang sudah mapan. Sumber penghasilan kita adalah satu-satunya gaji/honor bulanan/mingguan ditambah dari proyek-proyek skala kecil dan rutin.
Kuadran II: Guru Profesional.Guru yang berkuasa atas pekerjaan dan mengedepankan To Have. Kita dikatakan guru profesional, bila kita termasuk guru yang menyukai tantangan dalam mengajar. Senang dengan pekerjaan yang mandiri, tidak rutin tapi memuaskan, senang berpindah tempat kerja dengan pekerjaan yang sama. Perilaku kita tampak oleh mengajar dengan cara yang sama tentang hal yang berbeda kepada orang yang berbeda. Pada kuadran ini kita mulai mengalami pergeseran pradigma tetapi masih pada konsep to have. Kita menjadi sistem bagi diri kita sendiri. Sumber penghasilan kita adalah sebagai profesional yang memiliki nilai (harga) setiap kali kita mengajar.
Kuadran III: Guru Pemilik. Guru yang punya keahlian dan visi kepemimpinan dan manajemen system, serta mengedepankan To Be. Kita dikatakan guru pemilik bila kita adalah guru yang memiliki keahlian (pemilik), tidak hanya terkait dengan pengajaran tetapi juga memiliki kemampuan mengendalikan sistem, sehingga pemilik menjadi bagian dari kelompok pengambil keputusan. Senang dengan peran sebagai investor dan atau pimpinan dengan tujuan mendapatkan penghasilan dari investasi/tugas tersebut. Kita adalah orang yang menjalankan sistem secara strategis, untuk mengendalikan diri dan orang lain bagi kemajuan lembaga. Pada kuadran ini kita mengalami pergeseran paradigma yang sangat jelas dari to have ke to be. Sumber penghasilan kita adalah dari keahlian dan sistem yang kita kendalikan.
Kuadran IV: Guru Perancang. Guru yang membuat dan mengendalikan system sekolah identik dengan dirinya serta mengedepankan To Be. Kita dikatakan guru perancang, bila kita adalah guru yang berfungsi sebagai perancang masa depan pengajaran, bersifat inovatif, senang pada ide dan perubahan yang mengaktifkan pengajaran. Kita adalah orang yang kaya dengan ide/gagasan yang inovatif yang menjadikan kita orang yang sangat berarti. Kita menjadi perancang sistem bagi kemajuan diri dan masa depan orang lain. Pada kuadran ini menunjukan bahwa pergeseran paradigma kita sudah sepenuhnya ke kuadran to be. Sumber penghasilan kita adalah dari sistem dan gagasan yang diterapkan banyak orang. Ide dan gagasan bekerja untuk menghasilkan uang bagi kita.
Pepatah mengatakan: "kegemilangan masa depan tergantung apa yang diperbuat hari ini". Secara implisit hal tersebut dapat dikonotasikan bahwa keberhasilan peningkatan mutu pendidikan di masa depan sangat tergantung pada stake holder pendidikan yang meliputi: pendidik, peserta didik, masyarakat, institusi, sarana dan prasarana, pengelolaan dan, dan sebagainya. Memaksimalkan komponen-komponen stake holder dalam pendidikan bukanlah hal yang mudah. Hal ini karena keberadaan-keberadaan komponen tersebut saling melengkapi. Ibarat sebuah sistem komponen-komponen tersebut perlu dikembangkan secara integratif melalui pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat digunakan sebagai suatu pendekatan dalam memecahkan permasalahan yang paling sederhana sampai pada tingkat permasalahan yang paling kompleks, khususnya dalam peningkatan mutu pendidikan. Persoalan-persoalan yang mengemuka dalam dunia pendidikan dan merupakan tantangan pendidik di masa datang harus diselesaikan secara sistemik, analitik, dan sistematik.
Sistemik dalam arti permasalahan pendidikan harus dilihat dari konteks keseluruhan. Analitik dalam pengertian permasalahan dalam dunia pendidikan perlu dianalisis sebab dan akibatnya dikaitkan dengan berbagai masalah yang ada, baik di dalam maupun di luar sistem. Sedangkan sistematik dalam arti cara kerja dalam penyelesaian permasalahan harus beraturan atau runtut. Hal ini dapat dilihat dari proses kegiatannya, yaitu perumusan masalah, penelitian, penilaian, penelaahan, pemeriksaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan.
Permasalahan yang mengemuka dalam dunia pendidikan memang sangat kompleks dan sporadis. Oleh karena itu, di masa datang seorang pendidik harus "tanggap sasmita" terhadap arus reformasi dan transformasi pendidikan.
Dalam konteks ini, pendidik diharapkan memaksimalkan perannya sebagai "guru" dan menjadi suri teladan bagi peserta didiknya. Guru masa depan perlu memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi). Guru masa depan perlu memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai. Guru masa depan perlu menggunakan "pendekatan sistem" sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah, yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parsial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya); berpikir "sebab-akibat" (ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdependensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif + kualitatif), dan berpikir sinkretisme.
Guru masa depan perlu memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal. Guru masa depan perlu memiliki pendidikan yang setingkat di atas standart minimal yang diharapkan pemerintah. Dalam dunia pendidikan dasar, tenaga pengajar setidaknya harus berbasis pendidikan S1, pendidikan menengah tenaga pengajarnya harus berbasis pendidikan S2, dan perguruan tinggi harus berbasis pendidikan S3. Secara sederhana peningkatan kualifikasi akademik itulah, yang harus dikembangkan oleh tenaga pendidik. Guru masa depan perlu mempertegas kembali komitmen sebagai pendidik untuk tidak memaksakan pembelajaran yang hanya bermuatan kognitif saja, namun lebih aplikatif sejalan dengan konsep pembelajaran learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be (Tilaar, 2000).
Paradigma ini mensyaratkan pendidik untuk all round dalam proses belajar-mengajar, sehingga mampu mensinergikan konsep life skill yang nantinya merupakan modal utama peserta didik untuk terjun ke masyakarat. Guru masa depan tidak boleh gaptek (gagap teknologi) sehingga perlu belajar aplikasi teknologi (handpone, televisi, media massa, komputeri, internet, dll). Guru masa depan perlu menjadi peneliti, penilai, dan penulis. Profesi guru adalah proses intelektual yang siklus alaminya mencakupi membaca, mengajar, meneliti, dan menulis secara menerus. Bukan hanya memanfaatkan dan menerapkan hasil penelitian, namun mampu melakukan penelitian, penilaian, dan penulis sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini menjadi penting lantaran penelitian merupakan salah satu bentuk pengembangan profesi. Sudah saatnya pemerintah merumuskan sistem penggajian berbasis kinerja bukan masa kerja sehingga ada perbedaan yang cukup signifikan antara guru-guru yang mengajar secara profesional dan tidak profesional. Termasuk pengkajian dan evaluasi \"proyek sertifikasi\", kalau hanya dijadikan "pelengkap penderita".
Menjadi guru yang peduli terhadap pendidikan mensyaratkan totalitas cipta, rasa, dan karsa sehingga mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki secara optimal, baik kompetensi personal, professional, dan kemasyarakatan. Kompetensi tersebut mutlak dikembangkan dalam rangka memperkuat sifat konservatif pada diri guru. Untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, pascasertifikasi perlu ada upaya sistematis, sinergis, dan berkesinambungan yang menjamin guru tetap profesional
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
• Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
• Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya.
• Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial
DAFTAR PUSTAKA
http://playmojo.com/forum.aspx?g=posts&t=662
http://juprimalino.blogspot.com/2012/07/kompetensi-guru-profesional-pedagogik.html
http://www.almukmin-ngruki.com
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/24/mencetak-guru-yang-tidak-profesional/
http://penulismuda.com/artikel-mainmenu-42/2946-sertifikasi-dan-guru-profesional%20diakses%2015%20Agustus%202011
sangat mmbantu
BalasHapus