PEMURNIAN ZAT PADAT
I. Hari / Tanggal : Rabu, 21 Maret 2012
Melakukan kristalisasi dengan baik
Memilih pelarut sesuai untuk rekristalisasi
Menjernihkan dan menghilangkan warna larutan
Memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi
II. Tujuan :
III. Landasan Teori
Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur kristal yang berkembangbiak disebut amorf (tanpa bentuk). Ter dan kaca merupakan zat padat semacam itu. Tak seperti zat pada kristal, zat amorf tidak mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya zat amorf melunak secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka temperatur .Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1991).
Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang besar. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin (Syukri, 1999).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik:
Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi
Zat padatnya harus mempunya kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi
Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya
Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi
Cara rekristalisasi yang dilakukan ditentukan oleh jenis pengotor yang akan dibuang atau di pisahkan (Harizon.2003;18).
Sublimasi merupakan cara yang digunakan untuk pemurnian senyawa – senyawa organic yang berbentuk padatan. Pemanasan yang dilakukan tehadap senyawa organic akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut: apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan tertentu zat tersebut akan meleleh kemudian mendidih. Disini terjadi perubahan fase dari padat ke cair lalu kefase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan cair. Pada tekanan dan temperature tertentu (pada titik didihnya) akan berubah menjadi fase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan dan temperature tertentu akan lansung berubah menjadi fase gas tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Zat padat sebagai hasil reaksi biasanya bercampur dengan zat padat lain. Oleh karena itu, untuk mendapatkan zat-zat padat yang kita inginkan, perlu dimurnikan terlebih dahulu. Prinsip proses ini adalah perbedaan kelarutan zat pengotornya. Rekristalisai dapat dilakukan dengan cara melarutkan cuplikan kedalam pelarut yang sesuai (Underwood,2002:169).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Titik leleh suatu zat adalah temperature pada fase padat dan cair ada dalam kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan atau menarik energy panas, sistemakan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama fase itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004:391).
Naftalena (C10H8) merupakan senyawa murni pertama yang diperoleh dari fiksasi didih lebih tinggi dari batu bara. Naftalen mudah di isolasi karena senyawa ini menyublim dari gas sebagai padatan Kristal tak bewarna yang indah, dengan titik leleh 800 ⁰C. naftalen merupakan molekul planar dengan dua cincin benzene yang berfusi (bergabung). Sedangkan naftol merupakan senyawa yang mempunyai struktur yang mirip atau hampir sama dengan naftalen kecuali ada gugus OH yang berada pada struktur naftol sehingga naftalena dan naftol bukan senyawa yang sama melainkan senyawa yang berbeda. Untuk memisahkan kedua senyawa ini, metode ekstraksi tidak dapat langsung digunakan melainkan salah satu senyawa tersebut harus ditransformasi menjadi ion sehingga mempunyai kelarutan berbeda (http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat).
IV. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah;
o Gelas kimia 100 ml
o Kawat kasa
o Bunsen
o Kaki tiga
o Corong buchner
o Batang pengaduk
o Cawan penguap
o Kertas saring
o Gelas wool
o Alat MPA
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu;
o Kapas
o Asam benzoat tercemar
o Naftalen tercemar
o Air suling
V. Prosedur Kerja
a. Percobaan Rekristalisasi
Diisi dengan 0,5 gr asam benzoat tercemar
Dimasukkan air panas sampai larut semua
Disaring dengan corong Buchner dalam keadaan panas
Disiram yang tertinggal
Dijenuhkan, dinginkan hingga terbentuk kristal
Disaring kristal dengan corong Buchner
Dikeringkan
Diuji titik leleh dan bentuk kristal
b. Percobaan Sublimasi
Diisi dengan 1-2 gr naftalen tercemar
Ditutup dengan kertas saring
Disumbat corong dengan kertas wool dan diletakkan diatas cawan
Dibakar sampai semua zat habis
Dikumpulkan zat yang ada di kertas saring dan corong
Diuji titik leleh dan bentuk kristalnya
VI. Data Hasil Pengamatan
Rekristalisasi
Tabel hasil percobaan rekristalisasi asam benzoat
Percobaan Hasil
50 ml air suling dipanaskan Ada gelembung-gelembung
0,5 gr asam benzoat + air panas Ada endapan
Dijenuhkan dan didinginkan Terbentuk kristal panjang seperti jarum
Uji titik leleh (digital) 129,4 ⁰C
Uji titik leleh (manual) Tidak dilakukan
Sublimasi
Tabel hasil percobaan sublimasi naftalen
Percobaan Hasil
1-2 gr naftalen dipanaskan Terbentuk kristal menempel di kertas saring
Uji titik leleh (digital) 202,3 ⁰C
Uji titik leleh (manual) Tidak dilakukan
VII. Pembahasan
Terdapat beberapa cara dalam proses pemisahan dan pemurnian zat yaitu antara lain:kristalisasi, destilasi, sublimasi, rekristalisasi, ekstraksi, kromatografi, dan penukaran ion. Tetapi yang dilakukan yaitu rekristalisasi dan sulimasi yang bertujuan melakukan kristalisasi dengan baik, memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan warna larutan serta memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi. Prinsip dari pemisahan dan pemurnian zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Kristalisasi dari zat murni akan menghasilkan Kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan Kristal senyawanya (oxtoby,2001).
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan rekristalisasi dengan baik, memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan warna larutan, serta memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi.
Pada percobaan ini hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan pemurnian zat padat ini yaitu; gelas kimia 100 ml, kawat kasa, bunsen, kaki tiga, batang pengaduk, corong Buchner, cawan penguap kertas saring, gelas wool, alat MPA, air suling, asam benzoat tercemar, naftalen tercemar, dan kapas.
Percobaan pertama yaitu kristalisasi asam benzoat (rekristalisasi). Rekristalisasi adalah salah satu cara pemurnian zat padat yang dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali (Arsyad,2001:84).
Pada percobaan reksristalisasi asam benzoat ini, sampel asam benzoat kotor dilarutkan menggunakan pelarut air yang dalam keadaan panas. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya. Syarat-syarat yang harus sesuai adalah sebagai berikut : 1) pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan,2) pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, dan tidak melarutkan zat pencemarnya, 3) titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk, 4) titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (http://www.google.co.id). Sesuai dengan persyaratan itulah mengapa yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat kotor adalah air. Air dibuat dalam keadaan panas pada saaat melarutkan asam benzoat, karena mengingat kecepatan suatu zat untuk dapat larut dipengaruhi salah satunya oleh suhu pelarut.
Dalam percobaan 50 ml air suling dipanaskan dalam gelas kimia 100 ml sampai timbul gelembung-gelembung air. Kemudian 0,5 gr asam benzoat tercemar dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml yang lain, lalu ditambahkan air panas tersebut sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga sampel asam benzoat tercemar tersebut larut semua. Dengan menggunakan corong Buchner saring campuran tersebut dalam keadaan panas dan di tampung filtratnya didalam gelas kimia. Endapan yang tersisa disiram dengan air panas. Setelah itu filtratnya dijenuhkan dan didinginkan hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk di saring dan dikeringkan.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu terbentuk kristal asam benzoat panjang-panjang tajam seperti jarum berwarna putih. Dari kristal asam benzoat yang diperoleh ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan alat digital MPA (Melting Point Apparatus). Diperoleh titik leleh asam benzoat yaitu sebesar 129,1 ⁰C.
Asam benzoat ( C7H6O2 atau C6H5COOH) adalah padatan kristal bewarna putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari sum benzoin (getah kemenyan) yang dahulu merupakan satu-satunya sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garamnya digunakan sebagai pengawet makanan (Svehle.1979).
Percobaan yang kedua yaitu sublimasi naftalen. Sublimasi adalah perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu. Misalkan es yang langsung menguap tanpa mencair terlebih dahulu. Pada tekanan normal, kebanyakan benda dan zat memiliki tiga bentuk yang berbeda pada suhu yang berbeda-beda. Pada kasus ini transisi dari wujud padat ke gas membutuhkan wujud antara. Namun untuk beberapa antara, wujudnya bisa langsung berubah ke gas tanpa harus mencair. Ini bisa terjadi apabila tekanan udara pada zat tersebut terlalu rendah untuk mencegah molekul-molekul ini melepaskan diri dari wujud padat.
Pemurnian dengan metoda sublimasi ini dapat dilakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dan pengotornya. Pemurnian naftalen dengan menggunakan proses sublimasi dilakukan dikarenakan karena sifat naftalen yang mudah menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak berwarna (http://www.wikipedia.com/Sublimasi-(kimia).htm).
Pada percobaan sublimasi ini 1-2 gr naftalen tercemar dimasukkan kedalam cawan penguap. Kemudian cawan penguap tersebut ditutup dengan menggunakan kertas saring yang telah dibuat lobang-lobang kecil. Lalu letakkan corong yang telah disumbat dengan gelas wool atau kapas diatas kasa dari pembakaran. Selanjutnya dipanaskan dengan api kecil. Pembakaran dihentikan setelah semua zat yang akan di sublimasi habis yaitu ± 5 menit. Zat-zat berupa kristal yang ada pada kertas saring dan corong dikumpulkan dan ditentukan titik lelehnya.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu terbentuknya kristal naftalen bewarna putih berbentuk butiran-butiran atau serpihan-serpihan kecil. Kristal naftalen yang diperoleh ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan alat digital MPA (Melting Point Apparatus). Diperoleh titik leleh naftalen yaitu 202,3 ⁰C.
Reaksi dari naftalen berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan atau kristal kembali. Sehingga dalam proses sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya beubah bentuk (fase) dari padat ke gas (http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat).
VIII. Diskusi
Pada percobaan rekristalisasi asam benzoat tercemar diperoleh kristal asam benzoat berbentuk panjang-panjang seperti jarum berwarna putih.
Untuk mengetahui apakah asam benzoat yang didapatkan murni atau tidak adalah dengan membandingkannya dengan kristal yang sebelumya. Apakah kristal yang didapatkan lebih bersih atau tidak dari pada kristal asam benzoat awal (http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat).
Hasil yang diperoleh belum benar-benar murni, hal ini disebabkan oleh adanya banyak faktor antara lain adalah proses penyaringan yang tidak sempurna sehingga masih ada pengotor yang masih ikut tersaring, disebabkan zat yang mudah menggumpal pada keadaan dingin dan menyebabkan melebar. Pada saat penyaringan yang memungkinkan ada yang keluar dari corong Buchner dan ikut jatuh kepenampungan (gelas kimia).
Titik leleh asam benzoat yang diperoleh dalam percobaan rekristalisasi ini juga tidak sesuai dengan yang ada pada literatur atau teori. Pada percobaan diperoleh titik leleh asam benzoat 129,1 ⁰C sedangkan menurut teori yang ada titik leleh asam benzoat adalah 123 ⁰C. Hal ini dikarenakan kristal asam benzoat yang dihasilkan belum benar-benar murni.
Pada percobaan yang terakhir yaitu sublimasi naftalen tercemar diperoleh kristal naftalen berbentuk serpihan-serpihan kecil berwarna putih. Hasil kristal yang diperoleh ini sama dengan percobaan rekristalisasi sebelumnya, dimana kristal naftalen yang diperoleh belum benar-benar murni. Akibatnya titik leleh naftalen yang dihasilkan sangat jauh berbda dengan titik leleh naftalen yang ada pada teori/literatur. Berdasarkan percobaan diperoleh titik leleh naftalen yaitu 202,3 ⁰C sedangkan menurut teori yang ada titik leleh naftalen adalah sebesar 80 ⁰C.
Kegagalan dan kesalah yang terjadi dalam percobaan ini dikarenakan kurang ketelitian praktikan dalam melakukan percobaan. Selain itu alat-alat yang digunakan juga tidak dalam keadaan baik.
Pertanyaan :
1. Mengapa larutan harus dibuat dalam keadaan panas yang mendekati titik didih pelarutnya?
Jawab :
Agar larutan tersebut dapat disaring sebelum terdapat endapan, pada zat murni biasanya pada suhu yang lebih rendah dari pelarutnya lebih mudah membeku.
2. Zat yang bagaimanakah yang dapat di murnikan dengan cara rekristalisasi? Jelaskan!
Jawab :
Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan
Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, dan tidak melarutkan zat pencemarnya
Titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai
3. Apa tujuan menutup cawan dengan kertas saring yang berlubang?
Jawab:
Agar uap yang berupa kristal dapat tertampung pada kristal saring.
4. Zat-zat dengan tekanan uap bagaimanakah yang dapat disublimasi pada suhu kamar?
Jawab:
Zat-zat yang mempunyai titik trivel di atas titik trivel air.
IX. Kesimpulan
Proses pemisahan dan pemurnian zat dapat dilakukan dengan kristalisasi dan sublimasi.
Prinsip pemisahan dan pemurnian zat padat dengan teknik rekristalisasi didasarkan pada adanya perbedaan kelarutan zat padat dalam pelarut murni maupun pelarut campuran.
Pemurnian dengan metoda sublimasi dapat dilakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dan pengotornya.
Kriteria pelarut yang baik yaitu; tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi, zat padatnya harus mempunya kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut pada suhu kamar atau suhu kristalisasi, zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya, titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi.
X. Daftar Pustaka
Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia
Chang, Raymond. 2004.
Keenan, Charles W, dkk. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Oxtoby. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka
Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung : ITB Press
Underwood. 2002. Analisa Kualitatif Edisi ke 5. Jakarta : Erlangga
http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat
http://www.wikipedia.com/Sublimasi-(kimia).htm
http://www.google.co.id
I. Hari / Tanggal : Rabu, 21 Maret 2012
Melakukan kristalisasi dengan baik
Memilih pelarut sesuai untuk rekristalisasi
Menjernihkan dan menghilangkan warna larutan
Memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi
II. Tujuan :
III. Landasan Teori
Suatu zat yang tampil sebagai zat padat, tetapi tidak mempunyai struktur kristal yang berkembangbiak disebut amorf (tanpa bentuk). Ter dan kaca merupakan zat padat semacam itu. Tak seperti zat pada kristal, zat amorf tidak mempunyai titik-titik leleh tertentu yang tepat. Sebaliknya zat amorf melunak secara bertahap bila dipanasi dan meleleh dalam suatu jangka temperatur .Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1991).
Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang besar. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Contohnya, Na+ tidak dapat menggantikan K+ dalam KCl, walaupun bentuk kristal NaCl sama dengan KCl. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk), contohnya karbon dan belerang. Karbon mempunyai struktur grafit dan intan, belerang dapat berstruktur rombohedarl dan monoklin (Syukri, 1999).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik:
Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi
Zat padatnya harus mempunya kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi
Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya
Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi
Cara rekristalisasi yang dilakukan ditentukan oleh jenis pengotor yang akan dibuang atau di pisahkan (Harizon.2003;18).
Sublimasi merupakan cara yang digunakan untuk pemurnian senyawa – senyawa organic yang berbentuk padatan. Pemanasan yang dilakukan tehadap senyawa organic akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut: apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan tertentu zat tersebut akan meleleh kemudian mendidih. Disini terjadi perubahan fase dari padat ke cair lalu kefase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan cair. Pada tekanan dan temperature tertentu (pada titik didihnya) akan berubah menjadi fase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan dan temperature tertentu akan lansung berubah menjadi fase gas tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Zat padat sebagai hasil reaksi biasanya bercampur dengan zat padat lain. Oleh karena itu, untuk mendapatkan zat-zat padat yang kita inginkan, perlu dimurnikan terlebih dahulu. Prinsip proses ini adalah perbedaan kelarutan zat pengotornya. Rekristalisai dapat dilakukan dengan cara melarutkan cuplikan kedalam pelarut yang sesuai (Underwood,2002:169).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Titik leleh suatu zat adalah temperature pada fase padat dan cair ada dalam kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan atau menarik energy panas, sistemakan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama fase itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004:391).
Naftalena (C10H8) merupakan senyawa murni pertama yang diperoleh dari fiksasi didih lebih tinggi dari batu bara. Naftalen mudah di isolasi karena senyawa ini menyublim dari gas sebagai padatan Kristal tak bewarna yang indah, dengan titik leleh 800 ⁰C. naftalen merupakan molekul planar dengan dua cincin benzene yang berfusi (bergabung). Sedangkan naftol merupakan senyawa yang mempunyai struktur yang mirip atau hampir sama dengan naftalen kecuali ada gugus OH yang berada pada struktur naftol sehingga naftalena dan naftol bukan senyawa yang sama melainkan senyawa yang berbeda. Untuk memisahkan kedua senyawa ini, metode ekstraksi tidak dapat langsung digunakan melainkan salah satu senyawa tersebut harus ditransformasi menjadi ion sehingga mempunyai kelarutan berbeda (http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat).
IV. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah;
o Gelas kimia 100 ml
o Kawat kasa
o Bunsen
o Kaki tiga
o Corong buchner
o Batang pengaduk
o Cawan penguap
o Kertas saring
o Gelas wool
o Alat MPA
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu;
o Kapas
o Asam benzoat tercemar
o Naftalen tercemar
o Air suling
V. Prosedur Kerja
a. Percobaan Rekristalisasi
Diisi dengan 0,5 gr asam benzoat tercemar
Dimasukkan air panas sampai larut semua
Disaring dengan corong Buchner dalam keadaan panas
Disiram yang tertinggal
Dijenuhkan, dinginkan hingga terbentuk kristal
Disaring kristal dengan corong Buchner
Dikeringkan
Diuji titik leleh dan bentuk kristal
b. Percobaan Sublimasi
Diisi dengan 1-2 gr naftalen tercemar
Ditutup dengan kertas saring
Disumbat corong dengan kertas wool dan diletakkan diatas cawan
Dibakar sampai semua zat habis
Dikumpulkan zat yang ada di kertas saring dan corong
Diuji titik leleh dan bentuk kristalnya
VI. Data Hasil Pengamatan
Rekristalisasi
Tabel hasil percobaan rekristalisasi asam benzoat
Percobaan Hasil
50 ml air suling dipanaskan Ada gelembung-gelembung
0,5 gr asam benzoat + air panas Ada endapan
Dijenuhkan dan didinginkan Terbentuk kristal panjang seperti jarum
Uji titik leleh (digital) 129,4 ⁰C
Uji titik leleh (manual) Tidak dilakukan
Sublimasi
Tabel hasil percobaan sublimasi naftalen
Percobaan Hasil
1-2 gr naftalen dipanaskan Terbentuk kristal menempel di kertas saring
Uji titik leleh (digital) 202,3 ⁰C
Uji titik leleh (manual) Tidak dilakukan
VII. Pembahasan
Terdapat beberapa cara dalam proses pemisahan dan pemurnian zat yaitu antara lain:kristalisasi, destilasi, sublimasi, rekristalisasi, ekstraksi, kromatografi, dan penukaran ion. Tetapi yang dilakukan yaitu rekristalisasi dan sulimasi yang bertujuan melakukan kristalisasi dengan baik, memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan warna larutan serta memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi. Prinsip dari pemisahan dan pemurnian zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Kristalisasi dari zat murni akan menghasilkan Kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan Kristal senyawanya (oxtoby,2001).
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan rekristalisasi dengan baik, memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi, menjernihkan dan menghilangkan warna larutan, serta memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi.
Pada percobaan ini hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan pemurnian zat padat ini yaitu; gelas kimia 100 ml, kawat kasa, bunsen, kaki tiga, batang pengaduk, corong Buchner, cawan penguap kertas saring, gelas wool, alat MPA, air suling, asam benzoat tercemar, naftalen tercemar, dan kapas.
Percobaan pertama yaitu kristalisasi asam benzoat (rekristalisasi). Rekristalisasi adalah salah satu cara pemurnian zat padat yang dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali (Arsyad,2001:84).
Pada percobaan reksristalisasi asam benzoat ini, sampel asam benzoat kotor dilarutkan menggunakan pelarut air yang dalam keadaan panas. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya. Syarat-syarat yang harus sesuai adalah sebagai berikut : 1) pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan,2) pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, dan tidak melarutkan zat pencemarnya, 3) titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk, 4) titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (http://www.google.co.id). Sesuai dengan persyaratan itulah mengapa yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat kotor adalah air. Air dibuat dalam keadaan panas pada saaat melarutkan asam benzoat, karena mengingat kecepatan suatu zat untuk dapat larut dipengaruhi salah satunya oleh suhu pelarut.
Dalam percobaan 50 ml air suling dipanaskan dalam gelas kimia 100 ml sampai timbul gelembung-gelembung air. Kemudian 0,5 gr asam benzoat tercemar dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml yang lain, lalu ditambahkan air panas tersebut sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga sampel asam benzoat tercemar tersebut larut semua. Dengan menggunakan corong Buchner saring campuran tersebut dalam keadaan panas dan di tampung filtratnya didalam gelas kimia. Endapan yang tersisa disiram dengan air panas. Setelah itu filtratnya dijenuhkan dan didinginkan hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk di saring dan dikeringkan.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu terbentuk kristal asam benzoat panjang-panjang tajam seperti jarum berwarna putih. Dari kristal asam benzoat yang diperoleh ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan alat digital MPA (Melting Point Apparatus). Diperoleh titik leleh asam benzoat yaitu sebesar 129,1 ⁰C.
Asam benzoat ( C7H6O2 atau C6H5COOH) adalah padatan kristal bewarna putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari sum benzoin (getah kemenyan) yang dahulu merupakan satu-satunya sumber asam benzoat. Asam lemah ini beserta garamnya digunakan sebagai pengawet makanan (Svehle.1979).
Percobaan yang kedua yaitu sublimasi naftalen. Sublimasi adalah perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu. Misalkan es yang langsung menguap tanpa mencair terlebih dahulu. Pada tekanan normal, kebanyakan benda dan zat memiliki tiga bentuk yang berbeda pada suhu yang berbeda-beda. Pada kasus ini transisi dari wujud padat ke gas membutuhkan wujud antara. Namun untuk beberapa antara, wujudnya bisa langsung berubah ke gas tanpa harus mencair. Ini bisa terjadi apabila tekanan udara pada zat tersebut terlalu rendah untuk mencegah molekul-molekul ini melepaskan diri dari wujud padat.
Pemurnian dengan metoda sublimasi ini dapat dilakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dan pengotornya. Pemurnian naftalen dengan menggunakan proses sublimasi dilakukan dikarenakan karena sifat naftalen yang mudah menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak berwarna (http://www.wikipedia.com/Sublimasi-(kimia).htm).
Pada percobaan sublimasi ini 1-2 gr naftalen tercemar dimasukkan kedalam cawan penguap. Kemudian cawan penguap tersebut ditutup dengan menggunakan kertas saring yang telah dibuat lobang-lobang kecil. Lalu letakkan corong yang telah disumbat dengan gelas wool atau kapas diatas kasa dari pembakaran. Selanjutnya dipanaskan dengan api kecil. Pembakaran dihentikan setelah semua zat yang akan di sublimasi habis yaitu ± 5 menit. Zat-zat berupa kristal yang ada pada kertas saring dan corong dikumpulkan dan ditentukan titik lelehnya.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini yaitu terbentuknya kristal naftalen bewarna putih berbentuk butiran-butiran atau serpihan-serpihan kecil. Kristal naftalen yang diperoleh ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan alat digital MPA (Melting Point Apparatus). Diperoleh titik leleh naftalen yaitu 202,3 ⁰C.
Reaksi dari naftalen berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan atau kristal kembali. Sehingga dalam proses sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya beubah bentuk (fase) dari padat ke gas (http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat).
VIII. Diskusi
Pada percobaan rekristalisasi asam benzoat tercemar diperoleh kristal asam benzoat berbentuk panjang-panjang seperti jarum berwarna putih.
Untuk mengetahui apakah asam benzoat yang didapatkan murni atau tidak adalah dengan membandingkannya dengan kristal yang sebelumya. Apakah kristal yang didapatkan lebih bersih atau tidak dari pada kristal asam benzoat awal (http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat).
Hasil yang diperoleh belum benar-benar murni, hal ini disebabkan oleh adanya banyak faktor antara lain adalah proses penyaringan yang tidak sempurna sehingga masih ada pengotor yang masih ikut tersaring, disebabkan zat yang mudah menggumpal pada keadaan dingin dan menyebabkan melebar. Pada saat penyaringan yang memungkinkan ada yang keluar dari corong Buchner dan ikut jatuh kepenampungan (gelas kimia).
Titik leleh asam benzoat yang diperoleh dalam percobaan rekristalisasi ini juga tidak sesuai dengan yang ada pada literatur atau teori. Pada percobaan diperoleh titik leleh asam benzoat 129,1 ⁰C sedangkan menurut teori yang ada titik leleh asam benzoat adalah 123 ⁰C. Hal ini dikarenakan kristal asam benzoat yang dihasilkan belum benar-benar murni.
Pada percobaan yang terakhir yaitu sublimasi naftalen tercemar diperoleh kristal naftalen berbentuk serpihan-serpihan kecil berwarna putih. Hasil kristal yang diperoleh ini sama dengan percobaan rekristalisasi sebelumnya, dimana kristal naftalen yang diperoleh belum benar-benar murni. Akibatnya titik leleh naftalen yang dihasilkan sangat jauh berbda dengan titik leleh naftalen yang ada pada teori/literatur. Berdasarkan percobaan diperoleh titik leleh naftalen yaitu 202,3 ⁰C sedangkan menurut teori yang ada titik leleh naftalen adalah sebesar 80 ⁰C.
Kegagalan dan kesalah yang terjadi dalam percobaan ini dikarenakan kurang ketelitian praktikan dalam melakukan percobaan. Selain itu alat-alat yang digunakan juga tidak dalam keadaan baik.
Pertanyaan :
1. Mengapa larutan harus dibuat dalam keadaan panas yang mendekati titik didih pelarutnya?
Jawab :
Agar larutan tersebut dapat disaring sebelum terdapat endapan, pada zat murni biasanya pada suhu yang lebih rendah dari pelarutnya lebih mudah membeku.
2. Zat yang bagaimanakah yang dapat di murnikan dengan cara rekristalisasi? Jelaskan!
Jawab :
Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan
Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, dan tidak melarutkan zat pencemarnya
Titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai
3. Apa tujuan menutup cawan dengan kertas saring yang berlubang?
Jawab:
Agar uap yang berupa kristal dapat tertampung pada kristal saring.
4. Zat-zat dengan tekanan uap bagaimanakah yang dapat disublimasi pada suhu kamar?
Jawab:
Zat-zat yang mempunyai titik trivel di atas titik trivel air.
IX. Kesimpulan
Proses pemisahan dan pemurnian zat dapat dilakukan dengan kristalisasi dan sublimasi.
Prinsip pemisahan dan pemurnian zat padat dengan teknik rekristalisasi didasarkan pada adanya perbedaan kelarutan zat padat dalam pelarut murni maupun pelarut campuran.
Pemurnian dengan metoda sublimasi dapat dilakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dan pengotornya.
Kriteria pelarut yang baik yaitu; tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi, zat padatnya harus mempunya kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam pelarut pada suhu kamar atau suhu kristalisasi, zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya, titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi.
X. Daftar Pustaka
Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia
Chang, Raymond. 2004.
Keenan, Charles W, dkk. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Oxtoby. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka
Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung : ITB Press
Underwood. 2002. Analisa Kualitatif Edisi ke 5. Jakarta : Erlangga
http://kusnandini.wordpress.com/2011/04/30/pemisahan-dan-pemurnian-zat-padat
http://www.wikipedia.com/Sublimasi-(kimia).htm
http://www.google.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu komen yang lainnya juga ya...